Generasi Muda dan Unggah-ungguh Bahasa JawaSaat ini kemampuan generasi terjemahan - Generasi Muda dan Unggah-ungguh Bahasa JawaSaat ini kemampuan generasi Bahasa Melayu bagaimana untuk mengatakan

Generasi Muda dan Unggah-ungguh Bah

Generasi Muda dan Unggah-ungguh Bahasa Jawa

Saat ini kemampuan generasi muda terhadap pemakaian bahasa Jawa terutama ragam krama dan krama inggil dicurigai sangat menurun. Generasi muda dipandang sebagai biang keladi merosotnya mutu pemakaian bahasa Jawa terutama pemakaian berbagai ragam yang dikenal dengan unggah-ungguh ‘tingkat tutur’ itu. Padahal, belum tentu penyebab kemerosotan ini mutlak dipengaruhi oleh perilaku generasi muda, tetapi juga dapat diduga bahwa generasi sebelumnya (tua) ikut andil dalam kasus ini. Generasi muda adalah sekadar objek yang dapat dinilai/dilihat karena merekalah yang banyak dituntut untuk berbahasa lebih baik daripada generasi yang lebih tua. Jika dibiarkan, kemerosotan pemakaian bahasa dapat berujung pada kepunahan bahasa. Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan itu perlu diambil langkah-langkah akurat melalui kebijakan. Dengan kata lain dapat diawali dengan penelitian-penelitian kebijakan untuk menentukan langkah yang akurat itu demi menyelamatkan bahasa Jawa.

Sebuah penelitian yang berjudul Model Pelestarian dan Pengembangan Kemampuan Berbahasa Jawa Jawa Krama di Kalangan Generasi Muda (Edi Subroto, dkk., 2007) membuktikan adanya kecurigaan tersebut. Yang dimaksud generasi muda dalam penelitian tersebut adalah mereka yang 1) berusia 13—35 tahun, 2) lahir dan dibesarkan di wilayah Surakarta dan sekitarnya, 3) berasal dari keluarga Jawa, dan 4) tinggal terus menerus di wilayah penelitian. Sampel yang diambil adalah siswa SMUN 1 Wonogiri, SMUN 1 Surakarta, dan SMUN 1 Sragen yang pada umumnya adalah anggota karang taruna, itu pun hanya untuk kelas dua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab merosotnya kemampuan generasi muda terhadap pemakaian bahasa Jawa adalah 1) dominasi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara, 2) tidak adanya perhatian generasi tua terhadap pemakaian bahasa Jawa bagi anak cucunya, 3) merosotnya rasa bangga dan kesadaran akan norma masyarakat terhadap bahasa Jawa. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa justru seakan-akan merosotnya pemakaian pemakaian bahasa Jawa bagi generasi muda itu karena unsur di luar generasi muda itu sendiri. Faktor dari dalam generasi muda sendiri tidak terlalu nyata. Beberapa hal yang perlu dikembangkan dari penelitian ini adalah menambahkan jangkauan penelitian, dan memperdalam dari skala-skala yang lebih kecil.

Yang dimaksud generasi muda (kemudian disebut remaja) sesungguhnya bukan hanya siswa atau remaja yang bersekolah, melainkan juga remaja-remaja lainnya. Oleh karena itu jangkauan penelitian perlu diperluas dengan melibatkan sampel remaja dari berbagai kalangan, yakni remaja yang tidak bersekolah. Remaja yang tidak bersekolah itu dapat dibedakan misalnya yang bekerja dan yang tidak bekerja. Yang bersekolah pun tidak hanya SMA, tetapi remaja SMP, atau belajar di perguruan tinggi. Generasi ini belum menjadi pertimbangan penelitian terdahulu tentang kemampuan generasi muda terhadap pemakaian bahasa Jawa terutama ragam krama. Dapat diyakini bahwa di antara berbagai kalangan itu dapat dibandingkan sehingga terdapat perbedaan-perbedaan kemampuan. Bisa saja perbedaan itu signifikan bisa juga tidak signifikan sehingga bisa disamakan. Demikian pula di antara banyak faktor penyebab kemerosotan itu, manakah yang lebih dominan belum terukur. Padahal, beberapa faktor yang menjadi penyebab kemerosotan pemakaian bahasa Jawa itu tentu mempunyai kapasitas yang berbeda. Jika seberapa jauh suatu faktor dapat mempengaruhi kemerosotan ini dapat diketahui, dapat ditentukan skala prioritas mana kebijakan yang didahulukan. Apakah pengajaran bahasa Jawa di sekolah formal atau informal yang perlu ditambah. Apakah materi ragam krama atau krama inggil yang perlu diperbaiki, tentu semua tidak mungkin hanya dikira-kira saja. Jika rasa bangga dan kesadaran akan norma masyarakat terhadap bahasa Jawa dikatakan merosot, pada skala lebih kecil sikap remaja terhadap bahasa Jawa juga belum dapat diukur secara jelas.
0/5000
Dari: -
Ke: -
Keputusan (Bahasa Melayu) 1: [Salinan]
Disalin!
Belia dan naik Jawa tradisi

Hari ini generasi muda keupayaan untuk menggunakan bahasa Jawa, terutama pelbagai adab dan etika syak sangat tinggi jatuh. Generasi muda dilihat sebagai pemimpin gerombolan penurunan dalam kualiti penggunaan bahasa Jawa, terutama penggunaan pelbagai diketahui dan memuat naik tradisi 'tahap ucapan' itu. Malah, tidak semestinya punca penurunan itu sememangnya dipengaruhi oleh kelakuan generasi muda, tetapi juga dijangkakan bahawa generasi sebelumnya (lama) telah mengambil bahagian dalam kes ini. Generasi muda adalah semata-mata satu objek yang boleh dinilai / dilihat kerana mereka diwajibkan bertutur jauh lebih baik daripada generasi lama. Jika dibiarkan, kemerosotan penggunaan bahasa boleh membawa kepada kepupusan bahasa. Untuk menjangka perkara yang tidak diingini yang perlu mengambil langkah demi langkah melalui dasar tepat. Dalam erti kata lain, boleh bermula dengan kajian dasar untuk menentukan langkah-langkah yang tepat untuk menyelamatkan bahasa Jawa.

Satu kajian bertajuk Digital Pemeliharaan dan Pembangunan Bahasa Kemahiran Java Java adab Antara Belia (Edi Subroto, et al., 2007) membuktikan kewujudan syak wasangka yang. Takrif anak-anak muda dalam kajian ini adalah mereka yang berumur 1) 13-35 tahun, 2) dilahirkan dan dibesarkan di kawasan Surakarta dan kawasan sekitarnya, 3) datang daripada keluarga Jawa, dan 4) hidup terus dalam kawasan kajian. Sampel adalah pelajar SMU 1 Wonogiri, Surakarta SMU 1, SMU 1 dan Sragen, yang secara amnya adalah ahli-ahli belia, ia hanya untuk dua kelas. Hasil kajian menunjukkan bahawa faktor-faktor yang menyebabkan penurunan dalam keupayaan anak-anak muda untuk menggunakan bahasa Jawa adalah 1) penggunaan penguasaan bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa rasmi negara ini, 2) kurangnya perhatian kepada generasi tua untuk menggunakan bahasa Jawa kepada anak-anak dan cucu-cucunya, 3) merosot rasa kebanggaan dan kesedaran daripada norma-norma masyarakat terhadap bahasa Jawa. Hasil kajian menunjukkan bahawa ia kelihatan menurun menggunakan penggunaan bahasa Jawa untuk generasi muda kerana ia adalah di luar daripada generasi muda itu sendiri. Faktor-faktor generasi muda sendiri tidak terlalu jelas. Beberapa perkara yang perlu dibangunkan daripada kajian penyelidikan ini adalah untuk menambah liputan dan mendalamkan skala yang lebih kecil.

Generasi muda (selepas ini dirujuk remaja) tidak hanya pelajar atau remaja di sekolah, tetapi juga remaja lain. Oleh itu, pelbagai kajian perlu diperluaskan untuk melibatkan sampel remaja dari berbagai kalangan, remaja tidak bersekolah. Remaja yang tidak bersekolah boleh dibezakan sebagai kerja dan tidak berfungsi. Sekolah ini bukan sahaja tinggi, tetapi remaja dari sekolah tinggi, atau pendidikan universiti. Generasi ini tidak diambil kira penyelidikan sebelumnya kepada keupayaan golongan muda untuk menggunakan bahasa Jawa, terutama pelbagai adab. Boleh dipercayai bahawa di kalangan pelbagai kumpulan yang setanding dengan keupayaan perbezaan. Ia mungkin bahawa perbezaan yang signifikan boleh juga tidak ketara sehingga boleh disamakan. Begitu juga, antara banyak faktor yang menyebabkan penurunan, yang lebih dominan belum diukur. Malah, beberapa faktor yang menyebabkan kemerosotan penggunaan bahasa Jawa mempunyai kapasiti yang berbeza. Jika sebanyak faktor mempengaruhi penurunan ini dapat diketahui, ia boleh ditentukan di mana keutamaan dasar yang diberi keutamaan. Pengajaran bahasa Jawa di sekolah formal atau tidak formal yang perlu ditambah. Adalah pelbagai yang bahan adab atau etika yang perlu diperbaiki, semua tidak mungkin hanya berfikir mengenainya. Jika rasa bangga dan kesedaran daripada norma-norma masyarakat bahasa Jawa dikatakan merosot, sikap yang lebih kecil skala remaja ke bahasa Jawa juga tidak boleh dengan jelas diukur.
Sedang diterjemahkan, sila tunggu..
 
bahasa-bahasa lain
Sokongan terjemahan alat: Afrikaans, Albania, Amhara, Arab, Armenia, Azerbaijan, Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu, Basque, Belanda, Belarus, Bengali, Bosnia, Bulgaria, Catalan, Cebu, Chichewa, Cina, Cina Tradisional, Corsica, Croatia, Czech, Denmark, Esperanto, Estonia, Finland, Frisia, Gaelic Scotland, Galicia, Georgia, Greek, Gujerat, Hausa, Hawaii, Hindi, Hmong, Hungary, Ibrani, Iceland, Igbo, Inggeris, Ireland, Itali, Jawa, Jepun, Jerman, Kannada, Kazakh, Kesan bahasa, Khmer, Kinyarwanda, Klingon, Korea, Kreol Haiti, Kurdistan, Kyrgyz, Lao, Latin, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Macedonia, Malagasy, Malayalam, Malta, Maori, Marathi, Mongolia, Myanmar, Nepal, Norway, Odia (Oriya), Parsi, Pashto, Perancis, Poland, Portugis, Punjabi, Romania, Rusia, Samoa, Sepanyol, Serbia, Sesotho, Shona, Sindhi, Sinhala, Slovak, Slovenia, Somali, Sunda, Swahili, Sweden, Tagalog, Tajik, Tamil, Tatar, Telugu, Thai, Turki, Turkmen, Ukraine, Urdu, Uyghur, Uzbek, Vietnam, Wales, Xhosa, Yiddish, Yoruba, Zulu, terjemahan bahasa.

Copyright ©2025 I Love Translation. All reserved.

E-mail: