Pelajaran Nenek Penjual SapuSeorang

Pelajaran Nenek Penjual Sapu
Seorang teman menceritakan kekagumannya pada seorang nenek yang mangkal di depan Pasar. Ketika itu hari Minggu, saat dia dan keluarganya hendak pulang usai silaturahmi bersama kerabat, mereka melawati pasar. Ibu dari teman saya tergoda membeli ayam goreng di depan pasar untuk sajian makan malam, Kebetulan hari mulai gelap.Di samping warung ayam goreng tersebut ada seorang nenek berpakaian lusuh bak pengemis, duduk bersimpuh tanpa alas, sambil merangkul tiga ikat sapu ijuk. Keadaannya terlihat payah, lemah, dan tak berdaya. Setelah membayar ayam goreng, ibu teman saya bermaksud memberi Rp1.000,00 karena iba dan menganggap nenek itu pengemis. Saat menyodorkan lembaran uang tadi, tidak diduga si nenek malah menunduk kecewa dan menggeleng pelan. Sekali lagi diberi uang, sekali lagi nenek itu menolak.
Penjual ayam goreng kebetulan melihat kejadian itu kemudian menjelaskan bahwa nenek itu bukanlah pengemis, melainkan penjual sapu ijuk. Paham akan maksud keberadaan sang nenek yang sebenarnya, ibu teman saya akhirnya memutuskan membeli tiga sapunya yang berharga Rp1.500,00 per ikat, meskipun ijuknya jarang-jarang dan tidak bagus, ikatannya pun longgar.Setelah menerima uang Rp5000,00 si nenek tampak ngedumel sendiri. Ternyata tidak punya kembalian. “Ambil saja uang kembaliannya,” kata ibu teman saya. Namun, si nenek ngotot untuk mencari uang kembalian Rp500,00. Dia lalu bangkit dan dengan susah payah menukar uang di warung terdekat.Ibu teman saya terpaku melihat polah sang nenek. Sesampainya di mobil, ia masih terus berpikir, bagaimana mungkin di zaman sekarang masih ada yang begitu jujur, mandiri, dan mempunyai harga diri yang begitu tinggi.

Keputusan (Bahasa Indonesia) 1:

Pendidikan Nenek Penjual Sapu
Seorang teman mengatakan kekagumannya seorang nenek yang mangkal di depan pasar. Seperti itu hari Minggu, ketika ia dan keluarganya ingin kembali setelah bertemu dengan kerabat, mengunjungi pasar mereka. Ibu dari seorang teman saya tergoda untuk membeli ayam goreng di pasar untuk makan malam, kemungkinan sisi gelap mulai warung ayam goreng ada seorang nenek berpakaian lusuh seperti pengemis, duduk bersila tanpa alas kaki, ia memenangkan tiga mengikat sapu. situasi terlihat sulit, lemah, dan tak berdaya. Setelah membayar ayam goreng, ibu teman saya bermaksud untuk 1,000.00 sebagai kasih sayang dan mempertimbangkan pengemis nenek. Ketika menyodorkan tagihan terakhir, nenek tak terduga tampak kecewa dan bahkan menggeleng pelan. Lagi diberi uang, sekali lagi nenek menolak.
Penjual ayam goreng kebetulan melihat kejadian itu kemudian menjelaskan bahwa nenek itu tidak pengemis, tapi penjual sapu. Memahami makna keberadaan nenek sebenarnya, ibu teman saya akhirnya memutuskan untuk membeli tiga sapu Rp1.500,00 berharga per ikat, meskipun ijuknya langka dan tidak baik, ikatan itu longgar.Setelah menerima uang Rp5000,00 nenek tampak menggerutu sendiri. Itu tidak memiliki perubahan. "Ambil perubahan," kata ibu dari teman saya. Namun, nenek bersikeras untuk mencari perubahan Rp500,00. Dia kemudian bangkit dan berjuang untuk mengubah uang di kedai terdekat.Ibu teman saya menatap tingkah polah neneknya. Sesampainya di mobil, ia masih terus berpikir, bagaimana bisa saat ini masih ada begitu jujur, independen, dan harga diri begitu tinggi.